Dalam pantauan Harian Jejak Kasus, rata rata Napi di dalam rumah tahanan (Rutan), atau Penjara penjara besar, di indonesia bebas gunakan handpon atau alat komunikasi untuk mempermudah interaksi dengan orang luar penjara.
Napi akan semakin leluasa dalam dugaan gunakan berbisnis Narkoba' serta bikin
akun Polisi Tni Pelny- Mengaku aparat padahal di ketahui mereka bukan aparat, mereka hanya memanfaatkan foto foto aparat Polisi/ TNI/ Pelny untuk memperdayai wanita melalui jejaring sosial facebook/ Line/ Tango/ Viver/ Whatsaap dsb.
Sepertihalnya kasus yang satu ini, Di balik lapas Lampung Muliadi (Napi) Polgad Gunakan Foto M Ali Yusuf.
Kepolisian Daerah Lampung mengungkap kasus penipuan lewat telepon
seluler yang dikendalikan narapidana dari balik penjara. Penipuan yang
dilakukan bersama seorang rekannya di luar penjara itu, merugikan korban
hingga miliaran rupiah
Mendekam di dalam penjara dengan segala
keterbatasan, tampaknya tak pernah membatasi kreativitas Mulyadi untuk
melakukan penipuan. Dengan kecerdikannya, di balik jeruji kamar yang
luasnya tak lebih dari 4x6 meter, Narapidana kasus perkosaan ini
berhasil menipu para korbannya hingga miliaran rupiah.
Dengan
bermodalkan telepon seluler, dan beberapa kartu sim dari berbagai operator,
20 buah kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan komputer tablet, Mulyadi
alias Awong alias Ali Yusuf leluasa menjalankan operasinya.
Tak
tanggung-tanggung, sejak Agustus 2012 silam, Mulyadi berhasil
mengumpulkan uang senilai Rp 1,063 miliar. Dalam satu hari, Mulyadi
pernah berhasil mengumpulkan uang haram senilai Rp 80 juta.
Sepak
terjang Mulyadi mulai terungkap akhir Januari lalu. Diawali dengan
ditangkapnya Windarto seorang sopir taksi rekan Mulyadi di luar penjara,
oleh anggota Reserse dan Kriminal (Reskrim) Kepolisian Daerah Lampung.
Windarto, tertangkap petugas saat melakukan penarikan uang tunai hasil
penipuan di sebuah ATM yang terdapat di Rumah Sakit Immanuel Bandar
Lampung.
Warga Bandar Lampung ini bertugas sebagai eksekutor yang
menarik uang dari ATM. Untuk melancarkan aksinya, Windarto menggunakan
kartu ATM dari 10 rekening di berbagai bank dengan beberapa nama yang
berbeda. Tak hanya itu, dia juga memiliki 5 KTP dengan identitas
berbeda.
Saat dicokok, kepada polisi, Windarto menjelaskan
keterlibatannya membantu Mulyadi. "Saya dapat bagian 7,5 persen dari
setiap transaksi," ungkapnya.
Nah, atas informasi tersebut,
sehari kemudian petugas dari Reskrim Polda Lampung meringkus Mulyadi di
dalam selnya. Selain itu, dari sel Mulyadi polisi berhasil menyita
barang bukti berupa uang Rp 2,5 juta, 2 unit telepon seluler, 6 chip
kartu identitas ponsel, komputer tablet, dan 20 kartu ATM.
Atas
aksi penipuan yang dilakukan Mulyadi, Kanit II Direktorat Reskrimum
Polda Lampung Ajun Komisaris Besar Faizal Ramadhan mengungkapkan, dengan
sambungan ponsel, tersangka Mulyadi memperdayai korbannya untuk
mengirim uang ke nomor rekening yang ditunjuk. "Pelaku lihai meyakinkan
korban. Dia kerap mengaku sebagai polisi, pengusaha, dan terkadang
pegawai negeri," ujarnya.
Korban yang terperdaya, menyetor uang
lewat nomor-nomor rekening yang ditunjuk. Dari catatan pembukuan
Mulyadi, total keuntungan kedua tersangka Rp1,063 miliar. Polisi masih
menelusuri aliran dana ini. "Menakjubkan, dalam tempo empat bulan,
mereka bisa mengumpulkan uang sebanyak itu. Apalagi, itu dilakukan dari
dalam penjara," terang Faizal. Penjara itu, adalah Lembaga
Pemasyarakatan (LP) Rajabasa, Lampung.
Untuk menghilangkan jejak
kejahatannya, Mulyadi memakai beberapa nama lain yaitu Awong dan Ali
Yusuf. Terkait nama Ali Yusuf, aslinya adalah seorang polisi. "Nama dia
dicatut. Ketika kami menghubungi dia, Ali mengatakan, sudah banyak yang
mengadukan soal penipuan itu," ujar Faizal.
Incar Ibu-ibu.
Mayoritas korban penipuan yang dilakukan Mulyadi, menurut Faizal, adalah
wanita, khususnya janda. "Ini tampaknya bukan hipnotis. Pelaku
memanfaatkan situasi dan mendekati korban yang umumnya kesepian. Para
korban ini umumnya didekati dan coba dijadikan pacar. Karena sudah dekat
dan diiming-imingi, mereka terperdaya untuk meminjami uang dan
sebagainya," tuturnya.
Rupanya tak hanya warga sipil saja yang
menjadi sasaran penipuan Mulyadi, keluarga aparat kepolisian pun, ada
yang terperdaya. Faizal mengaku, ibunya juga sempat menjadi korban
penipuan bermodus macam ini beberapa bulan lalu. Namun, pelakunya
berbeda. "Ibu saya kena Rp 60 juta. Uang yang kembali hanya Rp16 juta,"
katanya.
Hal serupa, di antaranya juga menimpa Yuli seorang guru
honorer di Lampung dan sebut saja Eli seorang janda berusia 36 tahun
warga Pesawaran Lampung. ibu Eli telah melaporkan kasus penipuan yang menimpa
dirinya, Yuli mengatakan, didekati pelaku yang mengaku perwira polisi
bernama Ali Yusuf. "Rasanya seperti terhipnotis. Orangnya sangat
perhatian dan ramah. Sejak kenal dia, entah mengapa, saya jadi semakin
benci sama suami saya. Seperti kesirep," ujar Yu yang terperdaya Rp 5
juta.
Sementara Eli juga mengaku, kehilangan Rp33 juta akibat
terperdaya oleh bujuk rayu pelaku melalui telepon. Pelakunya juga
mengaku bernama Ali Yusuf. "Orangnya, saat menelepon, sangat baik dan
perhatian. Makanya, saya sempat tidak menyangka telah ditipu," ujarnya.
Bahkan, Eli sempat terpikat karena dijanjikan akan dinikahi. "Karena
itu, saya percaya ketika dia pinjam uang untuk keperluan mutasi ke
Lampung. Saya juga pernah mengirimi dia uang karena suatu hari mengaku
kecelakaan, menabrak orang," tuturnya.
Berkaca dari kasus ini
polisi mengimbau agar masyarakat tak mudah percaya pada seseorang yang
mengaku-ngaku sebagai polisi. Apalagi jika disuruh menyetorkan uang."Ini
dari dalam LP saja masih bisa menipu. Kami imbau masyarakat tidak mudah
terperdaya," tutur Faizal.
Apalagi, kejadian serupa ini, dengan
modus yang sama dan dilakukan tersangkanya dari dalam penjara yang sama
pula yaitu di LP Rajabasa, pernah terjadi pada tahun 2011 lalu. Saat
itu, tersangkanya, Edi Purwanto, 27 tahun. Bedanya, dalam melakukan
aksinya, Edi dibantu seorang sipir LP, Muhamad Nur dan isterinya,
Sumaryani. "Kalau yang sekarang, tak ada keterlibatan sipir," ujar
Kepala LP Rajabasa Muji Rahardjo.
Karena itulah, Direktur
Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Sihabudin, saat
berkunjung ke Lampung, menyatakan, pihaknya mendesak dibentuk satuan
tugas (Satgas) untuk pengawas napi. "Satgas di setiap daerah akan
bertugas menggelar apel siaga, pemeriksaan rutin, dan penggeledahan,
baik terhadap napi maupun para sipir.
Kemudian
bagaimana tanggapan Aparat pemerintah terkait, dari pihak lapas serta
Rutan yang melegalkannya, Aparat Kepolisian dan Menteri Hukum dan HAM
RI? sejauh mana menindak pelaku Polgad dan oknum penjaga Lapas maupun
Rutan tersebut? sementara sampai detik inipun masih banyak Polgad dengan menggunakan akun akun facebook dsb.
Berita Jejak Kasus, www.jejakkasus.info
dikelola PT PRIA SAKTI PERKASA KepMenHum & HAM No.
13286.40.10.2014. Divisi Koran Daerah Jejak Kasus Group (Group of
Regional Newspaper). Berkantor pusat di Jalan raya kemantren 82, Desa
Terusan, Kecamatan Gedeg, Kabupaten Mojokerto, Propinsi Jawa timur.
Official Page: www.jejakkasus.info dan www.jejakkasus.com
Follow :@humasjejakkasus 082141523999. Bagi teman teman di seluruh
Indonesia yang berkenan gabung, silahkan menghubungi kontak kami:
Demikian informasi yang dapat di sampaikan. Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar