Kamis, 06 Agustus 2015

Dalam Penjara Napi Bebas Genggam Handpone'' Bikin Akun Facebook Seakan Dirinya Aparat Demi Keuntungan Pribadi.

Dalam pantauan Harian Jejak Kasus, rata rata Napi di dalam rumah tahanan (Rutan), atau Penjara penjara besar, di indonesia bebas gunakan handpon atau alat komunikasi untuk mempermudah interaksi dengan orang luar penjara.

Napi akan semakin leluasa dalam dugaan gunakan berbisnis Narkoba' serta bikin akun Polisi Tni Pelny- Mengaku aparat padahal di ketahui mereka bukan aparat, mereka hanya memanfaatkan foto foto aparat Polisi/ TNI/ Pelny untuk memperdayai wanita melalui jejaring sosial facebook/ Line/ Tango/ Viver/ Whatsaap dsb.

Sepertihalnya kasus yang satu ini, Di balik lapas Lampung Muliadi (Napi) Polgad Gunakan Foto M Ali Yusuf.

Kepolisian Daerah Lampung mengungkap kasus penipuan lewat telepon seluler yang dikendalikan narapidana dari balik penjara. Penipuan yang dilakukan bersama seorang rekannya di luar penjara itu, merugikan korban hingga miliaran rupiah
Mendekam di dalam penjara dengan segala keterbatasan, tampaknya tak pernah membatasi kreativitas Mulyadi untuk melakukan penipuan. Dengan kecerdikannya, di balik jeruji kamar yang luasnya tak lebih dari 4x6 meter, Narapidana kasus perkosaan ini berhasil menipu para korbannya hingga miliaran rupiah.

Dengan bermodalkan telepon seluler, dan beberapa kartu sim dari berbagai operator, 20 buah kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan komputer tablet, Mulyadi alias Awong alias Ali Yusuf leluasa menjalankan operasinya.
Tak tanggung-tanggung, sejak Agustus 2012 silam, Mulyadi berhasil mengumpulkan uang senilai Rp 1,063 miliar. Dalam satu hari, Mulyadi pernah berhasil mengumpulkan uang haram senilai Rp 80 juta.

Sepak terjang Mulyadi mulai terungkap akhir Januari lalu. Diawali dengan ditangkapnya Windarto seorang sopir taksi rekan Mulyadi di luar penjara, oleh anggota Reserse dan Kriminal (Reskrim) Kepolisian Daerah Lampung. Windarto, tertangkap petugas saat melakukan penarikan uang tunai hasil penipuan di sebuah ATM yang terdapat di Rumah Sakit Immanuel Bandar Lampung.
Warga Bandar Lampung ini bertugas sebagai eksekutor yang menarik uang dari ATM. Untuk melancarkan aksinya, Windarto menggunakan kartu ATM dari 10 rekening di berbagai bank dengan beberapa nama yang berbeda. Tak hanya itu, dia juga memiliki 5 KTP dengan identitas berbeda.
Saat dicokok, kepada polisi, Windarto menjelaskan keterlibatannya membantu Mulyadi. "Saya dapat bagian 7,5 persen dari setiap transaksi," ungkapnya.

Nah, atas informasi tersebut, sehari kemudian petugas dari Reskrim Polda Lampung meringkus Mulyadi di dalam selnya. Selain itu, dari sel Mulyadi polisi berhasil menyita barang bukti berupa uang Rp 2,5 juta, 2 unit telepon seluler, 6 chip kartu identitas ponsel, komputer tablet, dan 20 kartu ATM.

Atas aksi penipuan yang dilakukan Mulyadi, Kanit II Direktorat Reskrimum Polda Lampung Ajun Komisaris Besar Faizal Ramadhan mengungkapkan, dengan sambungan ponsel, tersangka Mulyadi memperdayai korbannya untuk mengirim uang ke nomor rekening yang ditunjuk. "Pelaku lihai meyakinkan korban. Dia kerap mengaku sebagai polisi, pengusaha, dan terkadang pegawai negeri," ujarnya.

Korban yang terperdaya, menyetor uang lewat nomor-nomor rekening yang ditunjuk. Dari catatan pembukuan Mulyadi, total keuntungan kedua tersangka Rp1,063 miliar. Polisi masih menelusuri aliran dana ini. "Menakjubkan, dalam tempo empat bulan, mereka bisa mengumpulkan uang sebanyak itu. Apalagi, itu dilakukan dari dalam penjara," terang Faizal. Penjara itu, adalah Lembaga Pemasyarakatan (LP) Rajabasa, Lampung.

Untuk menghilangkan jejak kejahatannya, Mulyadi memakai beberapa nama lain yaitu Awong dan Ali Yusuf. Terkait nama Ali Yusuf, aslinya adalah seorang polisi. "Nama dia dicatut. Ketika kami menghubungi dia, Ali mengatakan, sudah banyak yang mengadukan soal penipuan itu," ujar Faizal.
Incar Ibu-ibu.

Mayoritas korban penipuan yang dilakukan Mulyadi, menurut Faizal, adalah wanita, khususnya janda. "Ini tampaknya bukan hipnotis. Pelaku memanfaatkan situasi dan mendekati korban yang umumnya kesepian. Para korban ini umumnya didekati dan coba dijadikan pacar. Karena sudah dekat dan diiming-imingi, mereka terperdaya untuk meminjami uang dan sebagainya," tuturnya.
Rupanya tak hanya warga sipil saja yang menjadi sasaran penipuan Mulyadi, keluarga aparat kepolisian pun, ada yang terperdaya. Faizal mengaku, ibunya juga sempat menjadi korban penipuan bermodus macam ini beberapa bulan lalu. Namun, pelakunya berbeda. "Ibu saya kena Rp 60 juta. Uang yang kembali hanya Rp16 juta," katanya.

Hal serupa, di antaranya juga menimpa Yuli seorang guru honorer di Lampung dan sebut saja Eli seorang janda berusia 36 tahun warga Pesawaran Lampung. ibu Eli telah melaporkan kasus penipuan yang menimpa dirinya, Yuli mengatakan, didekati pelaku yang mengaku perwira polisi bernama Ali Yusuf. "Rasanya seperti terhipnotis. Orangnya sangat perhatian dan ramah. Sejak kenal dia, entah mengapa, saya jadi semakin benci sama suami saya. Seperti kesirep," ujar Yu yang terperdaya Rp 5 juta.

Sementara Eli juga mengaku, kehilangan Rp33 juta akibat terperdaya oleh bujuk rayu pelaku melalui telepon. Pelakunya juga mengaku bernama Ali Yusuf. "Orangnya, saat menelepon, sangat baik dan perhatian. Makanya, saya sempat tidak menyangka telah ditipu," ujarnya.
Bahkan, Eli sempat terpikat karena dijanjikan akan dinikahi. "Karena itu, saya percaya ketika dia pinjam uang untuk keperluan mutasi ke Lampung. Saya juga pernah mengirimi dia uang karena suatu hari mengaku kecelakaan, menabrak orang," tuturnya.

Berkaca dari kasus ini polisi mengimbau agar masyarakat tak mudah percaya pada seseorang yang mengaku-ngaku sebagai polisi. Apalagi jika disuruh menyetorkan uang."Ini dari dalam LP saja masih bisa menipu. Kami imbau masyarakat tidak mudah terperdaya," tutur Faizal.
Apalagi, kejadian serupa ini, dengan modus yang sama dan dilakukan tersangkanya dari dalam penjara yang sama pula yaitu di LP Rajabasa, pernah terjadi pada tahun 2011 lalu. Saat itu, tersangkanya, Edi Purwanto, 27 tahun. Bedanya, dalam melakukan aksinya, Edi dibantu seorang sipir LP, Muhamad Nur dan isterinya, Sumaryani. "Kalau yang sekarang, tak ada keterlibatan sipir," ujar Kepala LP Rajabasa Muji Rahardjo.

Karena itulah, Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Sihabudin, saat berkunjung ke Lampung, menyatakan, pihaknya mendesak dibentuk satuan tugas (Satgas) untuk pengawas napi. "Satgas di setiap daerah akan bertugas menggelar apel siaga, pemeriksaan rutin, dan penggeledahan, baik terhadap napi maupun para sipir.

Kemudian bagaimana tanggapan Aparat pemerintah terkait, dari pihak lapas serta Rutan yang melegalkannya, Aparat Kepolisian dan Menteri Hukum dan HAM RI? sejauh mana menindak pelaku Polgad dan oknum penjaga Lapas maupun Rutan tersebut? sementara sampai detik inipun masih banyak Polgad dengan menggunakan akun akun facebook dsb.

Berita Jejak Kasus, www.jejakkasus.info dikelola PT PRIA SAKTI PERKASA KepMenHum & HAM No. 13286.40.10.2014. Divisi Koran Daerah Jejak Kasus Group (Group of Regional Newspaper). Berkantor pusat di Jalan raya kemantren 82, Desa Terusan, Kecamatan Gedeg, Kabupaten Mojokerto, Propinsi Jawa timur. Official Page: www.jejakkasus.info dan www.jejakkasus.com Follow :@humasjejakkasus 082141523999. Bagi teman teman di seluruh Indonesia yang berkenan gabung, silahkan menghubungi kontak kami: Demikian informasi yang dapat di sampaikan. Terima kasih.

Tidak ada komentar: